A. TEORI DAN ARTI PENTING KEPEMIMPINAN
Teori – teori Kepemimpinan
Beberapa ahli manajemen mungkin sudah mekemukakan bagaimana timbulnya seorang pemimpin dalam suatu organisasi. Dan isi dari teori yang satu dengan lainnya pun tidak sama. Dari bebrapa teori yang dikemukakan ada 3 yang sering dipelajari yaitu:
1. Teori Genetic
Penganut teori ini berpendapat bahwa seorang pemimpin memiliki bakat atau jiwa kepemimpinan sejak ia lahir. Artinya jiwa kepemimpinan itu takdir dari Tuhan untuk menjadikan seorang sebagai pemimpin. (Leaders are born and note made)
2. Teori Sosial
Berbeda dengan teori geneti yang berpendapat bahwa kepemimpinan adalah takdir, penganut teori ini berpendapat bahwa semua manusa berhak menjadi pemimpin asalkan ia mau belajar dan diberikan kesempatan untuk itu. (Leaders are made and note born)
3. Teori Ekologis
Teori ini merupakan gabungan sisi poditif antara teori genetic dan teori social, dimana seseorang akan menjadi pemimpin yang baik apabila sudah ditakdirkan Tuhan dan memiliki bakat untuk menjadi pemimpin, yang kemudian bakat-bakat tersebut dikembangkan dengan cara belajar dan adanya kesempatan untuk menambah pengalaman dan mengembangkan bakat tersebut.
· Tipe – tipe Kepemimpinan
Dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin organisasi seorang pemimpin memiliki beberapa tipe yang dapat dilihat dari caranya bersikap dan memimpin serta menilai anggotanya dan cirri-ciri khusus pada masing-masing tipe. Tipe – tipe tersebut ialah:
1. Tipe Kepemipinan Otokrasi
Tipe kepemimpinan ini selalu menganggap dirinya benar, egois dan menilai kepemimpinan adalah hak yang diberikan padanya.
Cirri-ciri pemimpin ini adalah:
a. Tidak mau menerima pendapat ataupun kritikan dari orang lain
b. Memperlakukan anggota sebagai alat untuk mencapai tujuan pribadinya
c. Selalu menganggap organisasi adalah milik pribadinya
d. Dalam mengatur anggotanya sering kali menggunakan ancaman dan paksaan.
Dari cirri-ciri tersebut dapat disimpulkan bahwa pemimpin yang otokratis tidak dapat menghargai hak-hak anggotanya dan sangat tidak cocok jika diterapkan sekarang dimana perkembangan sudah mulai modern.
2. Tipe Kepemimpinan Militeris
Yang dimaksud dengan Tipe Kepemimpinan militeris disini tidak sama dengan pemimpin dalam dunia militer, artinya seorang yang memimpin di dunia militer pun tidak semua memiliki tipe kepemimpinan yang militeris.
Sifat-sifat pemimpin yang mempunyai tipe kemimpinan yang militeris adalah:
a. Selalu menuntut kedisiplinan yang tinggi
b. Anggota harus patuh terhadap pemimpin
c. Tidak menerima kritik dari anggota lainnya
d. Terlalu formalitas dalam menjalankan tugasnya
Dari sifat pemimpin yang bertipe militeris dapat dilihat bahwa tipe pemimpin yang seperti ini bukanlah pemimpin yang ideal.
3. Tipe Kepemimpinan Fathernalistik
Tipe ini selalu menggunakan pendekatan kebapa-an yang sifatnya terlalu sentimental dalam memerintahkan anggotanya untuk mencapai tujuan tertentu.
Sifat umum pemimpin tipe ini adalah:
a. Selalu menganggap angootanya sebagai anak atau pun orang yang belum dewasa dan selalu ingin melindungi anggotanya
b. Hampir tidak pernah memberikan kesempatan untuk mengambil keputusan pada anggotanya, sehingga terkadang tidak ada pelimpahan tanggung jawab untuk anggotanya
c. Anggota tidak diberikan kesempatan untuk berpendapat atau mengembangkan ide kreatifnya
d. Beranggapan bahwa hanya dirinya yang serba tahu.
Perlu diakui terkadang suatu organisasi perlu memiliki pemimpin seperti ini. Tetapi dilihat dari sifat negatifnya jelas pemimpin Fathernalistis kurang dapat mengembangkan organisasi yang dipimpinnya.
4. Tipe Kepemimpinan Karismatik
Tipe kepempinan ini jelas sangat sulit untuk dijelaskan sifat-sifat atau karakteristik yang dimilikinya karena Kharisma seseorang itu muncul alami dari dirinya sendiri. Yang dapat diketahui adalah seorang pemimpin yang kharismatik mempunyai daya tarik tersendiri terhadap dirinya sendiri ataupun organisasinya sehingga membuat anggota dan orang lain simpatik.
5. Tipe Kepemimpinan Demokratis
Dari semua tipe kepemimpinan, Tipe pemimpin yang Demokratis dianggap paling ideal dan yang terbaik. Ini karena pemimpin yang demokratis selalu mendahulukan kepentingan orang banyak (organisasi/umum) dibandingkan kepentingan dirinya sendiri atau keluarga.
Beberapa cirri dari tipe kepemimpinan yang demokratis adalah:
a. Selalu berusaha untuk mengimbangi kepentingan pribadi dan tujuan pribadi dengan kepentingan organisasi/umum
b. Senang menerima saran, tanggapan ataupun kritikan yang membangun dari anggotanya demi terwujudnya tujuan organisasi
c. Dapat member maaf dan memaklumi ketidak pahaman anggotanya dalam bekerja serta tak sungkan membantu anggotanya untuk maju tanpa mengurangi pengetahuan dan ide anggotanya
d. Kerjasama atau gotong royong menjadi prioritas utama dalam melakukan sesuatu guna mencapai tujuan umum
e. Tidak menganggap rendah atau bodoh anggotanya dan terbuka dengan anggotanya.
Dari ciri-ciri diatas jelas sangatlah sulit untuk menjadi seorang pemimpin yang demokratis, tetapi tidak ada salahnya jika ingin mencoba menjadi pemimpin yang seperti ini.
· Fungsi Pemimpin Dalam Pengambilan Keputusan
Salah satu fungsi pemimpin dalam organisasi adalah mengambil keputusan secara efektif dan bertanggung jawab atas apa yang menyangkut dalam kewenangannya. Fungsi kepemimpinan pada dasarnya menyangkut dua hal pokok, yakni:
a. Fungsi Pemecah Masalah
Fungsi ini berkaitan dengan tugas dimana seorang pemimpin mempunyai peranan yang kuat dalam menyelesaikan masalah yang terjadi dalam organisasi baik masalah yang diakibatkan factor dalam maupun factor dari luar.
b. Fungsi Sosial
Fungsi ini biasanya berkaitan dengan pemeliharaan kelompok, dimana pemimpin harus bisa menjaga nama baik setiap anggota kelompoknya.
B. TIPOLOGI KEPEMIMPINAN
Tipologi kepemimpinan disusun dengan titik tolak interaksi personal yang ada dalam kelompok . Tipe-tipe pemimpin dalam tipologi ini dapat dikelompokkan dalam kelompok tipe berdasarkan jenis-jenisnya antara lain:
1. Tipe Otokratis (Outhoritative, Dominator)
Kepemimpinan otokratis memiliki ciri-ciri antara lain:
· Mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan mutlak yang harus dipatuhi,
· Pemimpinnya selalu berperan sebagai pemain tunggal,
· Berambisi untuk merajai situasi,
· Setiap perintah dan kebijakan selalu ditetapkan sendiri,
· Bawahan tidak pernah diberi informasi yang mendetail tentang rencana dan tindakan yang akan dilakukan,
· Semua pujian dan kritik terhadap segenap anak buah diberikan atas pertimbangan pribadi,
· Adanya sikap eksklusivisme,
· Selalu ingin berkuasa secara absolut,
· Sikap dan prinsipnya sangat konservatif, kuno, ketat dan kaku,
· Pemimpin ini akan bersikap baik pada bawahan apabila mereka patuh.
2. Tipe Militeristis. Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dari seorang pemimpin tipe militerisme berbeda dengan seorang pemimpin organisasi militer. Seorang pemimpin yang bertipe militeristis ialah seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat berikut :
· Dalam menggerakkan bawahan senang bergantung kepada pangkat dan jabatannya;
· Senang pada formalitas yang berlebih-lebihan;
· Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan;
· Sukar menerima kritikan dari bawahannya;
· Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
3. Tipe Paternalistis/Maternalistik
Kepemimpinan ini lebih diidentikkan dengan kepemimpinan yang kebapakan/keibuandengan sifat-sifat sebagai berikut:
· mereka menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum dewasa, atau anak sendiri yang perlu dikembangkan,
· mereka bersikap terlalu melindungi,
· mereka jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil keputusan sendiri,
· mereka hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berinisiatif,
· mereka memberikan atau hampir tidak pernah memberikan kesempatan pada pengikut atau bawahan untuk mengembangkan imajinasi dan daya kreativitas mereka sendiri,
· selalu bersikap maha tahu dan maha benar.
4. Tipe Kharismatis
Tipe kepemimpinan karismatis memiliki kekuatan energi, daya tarik dan pembawaan yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya. Kepemimpinan kharismatik dianggap memiliki kekuatan ghaib (supernatural power) dan kemampuan-kemampuan yang superhuman, yang diperolehnya sebagai karunia Yang Maha Kuasa. Kepemimpinan yang kharismatik memiliki inspirasi, keberanian, dan berkeyakinan teguh pada pendirian sendiri. Totalitas kepemimpinan kharismatik memancarkan pengaruh dan daya tarik yang amat besar.
5. Tipe Laissez Faire
Pada tipe kepemimpinan ini praktis pemimpin tidak memimpin, dia membiarkan kelompoknya dan setiap orang berbuat semaunya sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikit pun dalam kegiatan kelompoknya. Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh bawahannya sendiri. Pemimpin hanya berfungsi sebagai simbol, tidak memiliki keterampilan teknis, tidak mempunyai wibawa, tidak bisa mengontrol anak buah, tidak mampu melaksanakan koordinasi kerja, tidak mampu menciptakan suasana kerja yang kooperatif. Kedudukan sebagai pemimpin biasanya diperoleh dengan cara penyogokan, suapan atau karena sistem nepotisme. Oleh karena itu organisasi yang dipimpinnya biasanya morat marit dan kacau balau.
6. Tipe Demokratis
Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia dan memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerjasama yang baik. kekuatan kepemimpinan demokratis tidak terletak pada pemimpinnya akan tetapi terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok. Kepemimpinan demokratis menghargai potensi setiap individu, mau mendengarkan nasehat dan sugesti bawahan. Bersedia mengakui keahlian para spesialis dengan bidangnya masing-masing. Mampu memanfaatkan kapasitas setiap anggota seefektif mungkin pada saat-saat dan kondisi yang tepat.
C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPEMIMPINAN
Hersey dan Blanchard (1988) mengajukan semacam formula bahwa gaya kepemimpinan pada dasarnya merupakan perwujudan dan tiga komponen, yaitu pemimpin itu sendiri, bawahan, serta situasi di mana proses kepemimpinan tersebut diwujudkan. Bertolak dan pemikiran tersebut, Hersey dan Blanchard mengajukan proposisi bahwa gaya kepemimpinan (k) merupakan suatu fungsi dan pimpinan (p), bawahan (b) dan situasi tertentu (s), yang dapat dinotasikan dalam bentuk formula :
k = f (p, b, s).
Pimpinan (p) adalah seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan unjuk kerja maksimum yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan organisasi. Organisasi akan berjalan dengan baik jika pimpinan mempunyai kecakapan dalam bidangnya, dan setiap pimpinan mempunyai keterampilan yang berbeda, seperti keterampilan teknis, manusiawi dan konseptual. Sedangkan bawahan adalah seorang atau sekelompok orang yang merupakan anggota dan suatu perkumpulan atau pengikut yang setiap saat siap melaksanakan perintah atau tugas yang telah disepakati bersama guna mencapai tujuan. Dalam suatu organisasi, bawahan mempunyai peranan yang sangat strategis, karena sukses tidaknya seseorang pimpinan bergantung kepada para pengikutnya ini. Oleh sebab itu, seorang pemimpinan dituntut untuk memilih bawahan dengan secermat mungkin.
Adapun situasi (s) adalah suatu keadaan di mana seorang pimpinan berusaha pada saat-saat tertentu mempengaruhi perilaku orang lain agar dapat mengikuti kehendaknya dalam rangka mencapai tujuan bersama. Dalam satu situasi misalnya, tindakan pimpinan pada beberapa tahun yang lalu tentunya tidak sama dengan yang dilakukan pada saat sekarang, karena memang situasinya telah berlainan. Dengan demikian, ketiga unsur yang mempengaruhi gaya kepemimpinan tersebut, yaitu pimpinan, bawahan dan situasi merupakan unsur yang saling terkait satu dengan lainnya, dan akan menentukan tingkat keberhasilan kepemimpinan.
Selain Hersey dan Blanchard, para ahli yang membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepemimpinan adalah Theodore J. Kowalski, Thomas J. Lasley II, James W. Mahoney (2008). Ketiga ahli ini memandang kepemimpinan dipengaruhi oleh tiga lingkaran variabel, yaitu variabel individu, organisasi, dan sosial. Seperti tampak pada gambar berikut:
Keputusan tentu diambil oleh individu. Akan tetapi keputusan itu tidaklah murni disebabkan oleh kehendak individu tersebut, tetapi ada pengaruh dari faktor organisasi kemudian faktor sosial yang melikupi individu tersebut. Kowalski dkk. (2008: 25-46) menguraikan faktor-faktor dalam tataran individu, organisasi, dan sosial.
Pada tataran individu, faktor-faktor yang mempengaruhi adalah pengetahuan dan keterampilan, karakteristik pribadi, nilai-nilai yang diyakini, penyimpangan, dan gaya dalam membuat keputusan. Variabel organisasi mencakup iklim dan budaya, politik organisasi, ancaman dan resiko, Ketidak-pastian, kerancuan, dan pertikaian. Sedangkan yang mencakup variabel sosial adalah kebutuhan resmi, meta –value, politik, dan ekonomi.
Dengan pola dikotomi, berdasarkan formula Hersey dan Blanchard serta penjelasan yang dikemukakan Kowalski dkk. di atas, penulis bisa membagi faktor-faktor yang mempengaruhi kepemimpinan menjadi dua faktor besar yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang muncul dari diri pemimpin, sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang terkait dengan karakteristik bawahan dan situasi. Termasuk didalamnya situasi organisasi dan sosial.
D. IMPLIKASI MANAJERIAL KEPEMPINAN DALAM ORGANISASI
Teori Managerial Grid
Teori dikemukakan oleh Robert K. Blake dan Jane S. Mouton yang membedakan dua dimensi dalam kepemimpinan, yaitu “concern for people” dan “concern for production”. Pada dasarnya teorimanagerial grid ini mengenal lima gaya kepemimpinan yang didasarkan atas dua aspek tersebut, yaitu :
Improvised artinya pemimpin menggunakan usaha yang paling sedikit untuk menyelesaikan tugas tertentu dan hal ini dianggap cukup untuk mempertahankan organisasi.
Country Club artinya kepemimpinann didasarkan kepada hubungan informal antara individu artinya perhatian akan kebutuhan individu dengan persahabatan dan menimbulkan suasana organisasi dan tempo kerja yang nyaman dan ramah.
Team yaitu kepemimpinan yang didasarkan bahwa keberhasilan suatu organisasi tergantung kepada hasil kerja sejumlah individu yang penuh dengan pengabdian dan komitmen. Tekanan untama terletak pada kepemimpinan kelompok yang satu sama lain saling memerlukan. Dasar dari kepemimpinan kelompok ini adalah kepercayaan dan penghargaan.
Task artinya pemimpin memandang efisiensi kerja sebagai factor utama keberhasilan organisasi. Penampilan terletak pada penampilan individu dalam organisasi.
Midle Road artinya kepemimpinan yang menekankan pada tingkat keseimbangan antara tugas dan hubungan manusiawi , dengan kata lain kinerja organisasi yang mencukupi dimungkinkan melalui penyeimbangan kebutuhan untuk bekerja dengan memelihara moral individu pada tingkat yang memuaskan.
Implikasi Terhadap Sistem Komunikasi Organisasi
Dalam teori manajerial grid terdapat dua orientasi yang dijadikan ukuran yaitu berfokus pada manusia dan pada tugas. Hal ini menunjukkan bahwa pentingnya hubungan antar individu dalam menyelesaikan tugas yang diberikan kepada bawahan. Sebagai seorang pemimpin, bertugas memberikan arahan serta bimbingan terhadap bawahannya, sehingga mereka dapat mengerjakan pekerjaannya dengan baik. Implikasi teori ini terhadap system komunikasi organisasi adalah bahwa teori ini memandang pentingnya komunikasi dalam menjalankan kepemimpinan dengan lima gaya yang berbeda dari para pemimpin. Adanya orientasi terhadap dua aspek tersebut menunjukkan bahwa kepemimpinan dalam organisasi harus memperhatikan hubungan antar individu satu dengan lainnya sebagai motivasi dalam mengerjakan tugas. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu terjun diberbagai kalangan baik itu dengan para pimpinan lainnya, maupun dengan bawahan sebagai asset berharga organisasi. Semua ini terjalin apbila pemimpin tersebut memiliki pendekatan perilaku yang baik. Hal ini membutuhkan komunikasi yang efektif.
Menurut Blake dan Mouton, gaya kepemimpinan team merupakan gaya kepemimpinan yang palingdisukai. Kepemimpinan gaya ini berdasarkan integrasi dari dua kepentingan yaitu pekerjaan dan manusia. Pada umumnya, kepemimpinan gaya team berasumsi bahwa orang akan menghasilkan sesuatu apabila mereka memperoleh kesempatan untuk melakukan pekerjaan yang berarti. Selain itu, dalam kepemimpinan gaya team terdapat kesepkatan untuk melibatkan anggota organisasi dalam pengambilan keputusan dengan maksud mempergunakan kemampuan mereka untuk memperoleh hasil yang terbaik yang mungkin dapat dicapai.
Teori X dan Y
Teori ini dikemukakan oleh Douglas Mc. Gregor (1967), yang memiliki pandangan berbeda mengenai manusia yaitu pada dasarnya manusia bersifat negative (Teori X), dan bersifat positif (Teori Y). Mc. Gregor menyimpulkan bahwa pandangan seorang manajer tentang sifat manusia didasarkan pada pengelompkkkan asumsi tertentu dan manajer tersebut cenderung membentuk perilakunya terhadap bawahan sesuai dengan asumsi tersebut. Dalam teori X, terdapat empat asumsi, diantaranya :
Bawahan tidak suka bekerja dan bilamana mungkin, akan berusaha menghindarinya
Karena bawahan tidak suka bekerja, mereka harus dipaksa, dikendalikan, atau diancam dengan hukuman
Bawahan akan mengellakkan tanggung jawab dan sedapat mungkin hanya mengikuti perintah formal
Kebanyakan bawahan mengutamakan rasa aman (agar tidak ada alasan untuk dipecat) dan hanya menunjukkan sedikit ambisi
Sedangkan, dalam teori X diasumsikan bahwa :
Bawahan memandang bahwa pekerjaan sama alamiahnya dengan istirahat dan bermain Seseorang yang memiliki komitmen pada tujuan akan melakukan pengarahan dan pengendalian diri Seseorang yang biasa-biasa saja dapat belajar untuk menerima, bahkan mencari tanggung jawab Kreativitas yaitu kemampuan untuk membuat keputusan yang baik (pendelegasian wewenang dan tanggung jawab)
Impilkasi Terhadap Sistem Komunikasi Organisasi
Teori ini memusatkan bagaimana seorang pemimpin memotivasi orang-orang dengan tipe X dan Y sehingga mampu berkontribusi dalam organisasi. Tipe X yang cenderung malas bekerja dan menyukai diperintah, mungkin akan membuthkan saluran komunikasi yang formal, dimana pemimpin menginstruksikan berbagai perintah secara formal. Berbeda dengan tipe Y, antara pemimpin dengan bawahan akan lebih sering berkomunikasi secara informal atau partisipatif. Hal ini dilakukan karena kedua belah pihak sudah saling memahami dan bawahan memiliki pengalaman yang sudah baik.
Motivasi yang diberikan kepada tipe X, mungkin akan cenderung dengan oemberian hukuman yang tegas, sehingag berbagai peraturan tertulis sebagai media komunikasi akan sangat dibutuhkan. Sedangkan untuk tipe X, komunikasi akan sangat mempengaruhi karena motivasi yang diberikan lebih cenderung kepada aktualisasi diri untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan atau kebijakan dalam organisasi.
Teori Kepemimpinan Situasional
Teori ini dikembangkan oleh Paul Hersey dan Keneth H. Blanchard (1974, 1977). Teori kepemimpinan situasional merupakan pengembangan dari penelitian kepemimpinan yang diselesaikan di Ohio State University (Stogdill dan Coons, 1957). Teori ini bersaumsi bahwa pemimpin yang efektif tergantung pada kematangan bawahan dan kemapuan pemimpin untuk menyelesaikan orientasinya, baik orientasi tugas maupun hubungan kemanusiaan. Taraf kematangan bawahan terentang dalam satu kontinum dari immatery ke maturity. Semakin dewasa bawahan, semakin matang individu atau kelompok untuk melakukan tugas atau hubungan. Dalam kepemimpinan situasional ini, Hersey dan Blanchard mengemukakan empat gaya kepemimpinan sebagai berikut :
Telling (S1), yaitu perilaku pemimpin dengan tugas tinggi dan tugas rendah. Gaya ini mempunyai ciri komunikasi satu arah, dimana pemimpin yang berperan.
Selling (S2), perilaku dengan tigas tinggi dan hubungan tinggi. Kebanyakan pengarahan masih dilakukan oleh pemimpin, tetapi sudah mencoba komunikasi dua arah dengan dukungan sosioemosional supaya bawahan turut bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan.
Participating (S3), yaitu perilaku hubungan tinggi tugas rendah. Pemimpin dan bawahan sama-sama memberikan kontribusi dalam mengambil keputusan melalui komunikasi dua arah dan yang dipimpin cukup mampu dan berpengalaman untuk melaksanakan tugas.
Delegating (S4), yaitu perilaku hubungan dan tugas rendah. Gaya ini memberikan kesempatan kepada yang dipimpin untuk melaksanakan tugas mereka sendiri melalui pendelegasian dan supervise yang bersifat umum. Yang dipimpin adalah orang yang sudahj matang dalam melaksanakan tugas dan matang pula secara psikologis.
Implikasi Partisipatif dan Teori Kepemimpinan Situasional Terhadap Sistem Komunikasi Organisasi
Dalam system komunikasi organisasi, partisipatif telah menggunakan komunikasi dua arah, yaitu system atau pola komunikasi yang akan menghasilkan umpan balik secara langsung dari komunikan untuk dijadikan evaluasi. Pemimpin akan sering berkomunikasi dengan bawahan dalam merumuskan hal-hal yang dapat dirumuskan dengan bawahan. Hal ini menunjukkan bahwa komuniksai harus berfungsi juga sebagai persuatif dan regulative. Kepemimpinan situasional memungkinkan seorang pemimpin melaksanakan kepemimpinannya sesuai dengan kondisi yang terjadi. Untuk komunikasi satu arah seperti Telling, mengharuskan pemimpin untuk lebih banyak mengarahkan, hal ini dilakukan agar tugas yang dilaksanakan sesuai dengan alur atau tujuan yang telah ditetapkan. Komunikasi satu arah akan mengalami kesulitan dalam menerima umpan balik sebagai evaluasi bagi organisasi. Terkadang dengan komunikasi satu arah, kondisi kerja akan terasa kaku karena bersifat formal.
Dalam kepemimpinan situsional yang dikembangkan menjadi empat bagian, membutuhkan komunikasi karena pada dasarnya kepemimpinan mempengaruhi orang. Dalam kepemimpinn ini, Delegating dengan tugas dan perilaku yang rendah menjdi aspek yang paling disukai apabila bawahan memiliki tingkat kesiapan yang tinggi, karena ada kebebasan dan kepercayaan dari pemimpin untuk berpartisipasi.
SUMBER :
http://desndesty.blogspot.com/2012/11/arti-penting-kepemimpinan-dalam_7976.html
http://isntpunya.blogspot.com/2011/03/tipologi-kepemimpinan.html
No comments:
Post a Comment